Di tengah-tengah kehidupan kita, menghampar cerita-cerita mengagumkan sekaligus mengharukan. Mengagumkan karena ceritanya yang begitu luar biasa dan mengharukan karena ada pengorbanan yang tulus di sana. Seperti seorang ibu yang merelakan hidupnya untuk kehidupan bayinya ketika harus dipilih nyawa mana yang harus diselamatkan antara ibu atau bayi yang akan lahir, atau seorang kakasih yang merelakan bagian tubuhnya untuk didonorkan kepada orang yang dicintainya. Sering cerita semacam ini di anggap diluar logika, namun disitulah peran perasaan. Akan tetapi di samping itu semua, juga ada cerita mencengangkan karena para pelakunya yang tidak berperasaan, ditengah banyaknya cerita tentang cinta dan pengorbanan mereka malah membuat kisah sebaliknya, rela menghancurkan kehidupan orang lain, menghilangkan nyawa, atau menghianati rekan sendiri untuk kepentingan pribadinya.
Sajauh pengalaman penulis, pengalaman yang pahit atau buruk terkadang membuat kita menarik sebuah kesimpulan yang salah tehadap suatu persoalan dan seringkali terkait erat dengan perasaan. Seperti misalnya dikhianati, dikucilkan, tdk dia anggap, dll. Kesimpulan yang salah ini akan membentuk cara pandang dan reaksi kita terhadap persoalan yang sama. Sehingga ketika kita melakukan reaksi dari cara pandang yang salah ini, maka yang terjadi kerap kali tidak seperti yang diharapkan atau menurut kita cukup baik namun sesungguhnya tindakan itu kurang bijak karena dampak yang ditimbulkan adalah dampak yang negative atau merugikan. Input yang salah akan menghasilkan output yang salah pula.
Karya-karya besar yang pernah tercipta tidak hanya kerena temuan itu membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia, akan tetapi juga terselip ketulusan dari penemunya yang muncul secara naluriah di hatinya, sehingga kemudian temuan tersebut memiliki nilai kontribusi. Kisah cinta terhebat yang di kenang sepanjang masa adalah karena ceritanya telah menyentuh perasaan penikmat ceritanya. Ada makna besar yang sering kali terabaikan dalam kehidupan ini. Termasuk korelasi logika dan perasaan.
Satu hal yang harus kita ketahui adalah ketika kita berusaha memutuskan sesuatu, akan menjadi kurang arif ketika hanya menggunakan logika berfikir kita dan mengabaikan parasaan sepenuhnya. Namun akan menjadi kurang bijak ketika keputusan yang di ambil hanya berdasarkan perasaan tanpa pertimbangan-pertimbangan logika karena sering kali kurang logis. Logika adalah untuk berfikir, sementara perasaan adalah komponen lain dalam diri yang merupakan keadaan subyektif sadar dari emosional yang membuat kita bisa mengimplementasikan diri sebagai manusia seutuhnya. Kearifan hanya akan muncul bila melibatkan keduanya. Seperti dua sisi mata uang yang tidak mungkin terpisahkan.
Ini adalah perspektif seorang pemuda yang sedang mencari jati dirinya, yang tengah berkelebat dengan kehidupan fana, dan berusaha menembus batas yang mungkin tidak akan bisa di tembusnya. Sebuah catatan kecil akhir tahun, semoga bermanfaat.
30 desember 2010
Rahmatsyah
0 komentar:
Post a Comment