Banyak dari kalangan masyarakat kita yang mempersepsikan bahwa semakin banyak gelar yang di dapat maka akan semakin mapan secara finansial serta di asumsikan sebagai orang yang bertanggung jawab, walaupun sama sekali tidak pernah ada jaminan bergaransi yang dapat menjamin asumsi tersebut. Persepsi ini kemudian membuat banyak orang tua yang menyarankan agar anaknya memperoleh pendidikan formal untuk mendapatkan gelar. Gelar yang didapat setelah mengikuti jenjang pendidikan formal, yang juga merupakan indentitas akademis di salah artikan sebagai satu-satunya jalan menuju kesuksesan sehingga banyak yang berfikir bahwa yang terpenting adalah gelarnya namun nyaris mengabaikan esensi terpenting dari gelar tersebut yaitu Imunya, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan gelar tersebut. Yang lebih parahnya lagi, hal ini kemudian sering kali didukung secara tidak langsung oleh banyak institusi yang bersangkutan karena sudah menjadi rahasia umum pendidikan saat ini telah mengalami fragmatisasi.
Saya tidak melihat masalah ini sebagai doktrin turun temurun yang meresahkan, akan tetapi lebih seperti persepsi umum yang sejujurnya tidak dapat dipertanggung jawabkan. Karena fakta yang terjadi di lapangan tidak memberikan penjelasan yang sesuai dengan anggapan tersebut. Menurut data BPS tahun 2010, dari 8,32 juta penganguran di Indonesia, ternyata kebanyakan merupakan lulusan sarjana dan diploma. Persentasenya masing-masing sekitar 11,92% da 12,78 %, dan sampai saat ini masih banyak sekali sarjana yang tidak kunjung mendapatkan pekerjaan yang layak. Fakta ini terlalu dilematis ketika kita kaitkan dengan persepsi umum yang hingga saat ini masih menjadi kenyakinan masyarakat kita. Ini adalah realita yang terjadi di depan mata kita dan dengan jelas mematahkan anggapan tersebut.
Tulisan ini tidak bermaksut untuk menyudutkan gelar akdemisi formal, namun agar tidak menjadi orientasi tunggal semata sehingga mengabaikan sepenuhnya eksistensi di balik gelar itu sendiri. Pada dasarnya dimanapun kita berada, disitulah tempat dimana kita seharusnya banyak mengambil pelajaran. Ada banyak sekali contoh orang-orang besar yang tidak memiliki gelar dari pendidikan formal, akan tetapi mendapatkan apa yang diinginkan kebanyakan orang. Diantaranya adalah bill gate yang merupakan pemilik perusahaan software raksasa yang pangsa pasarnya tersebar di seluruh dunia. Namun apabila ditilik kebalakang ternyata dia adalah seorang yang lebih memilih di DO dari tempat kuliahnya agar dapat lebih fokus mengembangkan usaha di bidang software. Sehingga kini ia menjadi salah satu orang terkaya di dunia sekaligus pemilik raksasa software yang produknya banyak dipakai diseluruh dunia. Artinya, bukan hanya gelar yang menjamin kesuksesan seseorang akan tetapi ada banyak faktor lain yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hidup adalah pilihan, banyak orang yang tidak mengidentikkan jumlah harta sebagai parameter kesuksesan. Ada orang yang ketika dapat mengabdikan hidupnya untuk pendidikan dan rela dibayar pas-pasan dengan mengajar di daerah terpencil misalkan, baginya itulah kesuksesan karena telah dapat memberikan kontribusi terbaik untuk bangsa dan negaranya. Sukses dalam pandangan saya adalah ketika kita mendapatkan apa yang paling kita inginkan sebagai manusia seutuhnya, yaitu kebahagiaan. Dan kebahagiaan tidak pernah identik dengan harta maupun berbagai bentuk materi lainnya yang sifatnya keduniaan dan cenderung diinginkan oleh kebanyakan orang.
Saya berusaha menguraikan permasalahan ini dengan cara yang lebih sistematis dan gamblang, namun mungkin harus lebih banyak belajar agar diskripsi, penjelasan, dan contoh dapat mememiliki singkronisasi terpadu dengan makna yang lebih konfrehensip. Mohon kritik dan sarannya.
15 januari 2011
Rahmatsyah
Read Full...